BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan unsur penting dalam kegiatan pembelajaran dengan
model pendidikan apapun. Tanpa adanya
kurikulum, sulit rasanya bagi para perencana dan pelaksana pendidikan dalam
mencapai tujuan pendidikan yang diselenggarakannya. Mengingat pentingnya peran
kurikulum, maka kurikulum perlu dipahami dengan baik oleh semua pelaksana
pendidikan.
Fenomena lapangan menunjukkan bahwa banyak para pelaksana pendidikan yang
memahami kurikulum hanya dalam arti kata yang sempit, yaitu kurikulum dipandang
sebagai rencana pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa dalam
kurun waktu tertentu guna mencapai suatu tingkatan tertentu. Jika kurikulum
hanya dipahami secara sempit, maka dinamika proses belajar mengajar serta
kreativitas guru dan siswa terbatas. Guru hanya menyampaikan materi sebatas
pokok bahasan yang termuat dalam kurikulum untuk mencapai sasaran materi yang
dicanangkan pada buku kurikulum itu saja, tanpa memperhatikan aspek lain yang
telah berkembang sedemikian cepat di masyarakat. Kurikulum yang dianggap kurang
adaptif terhadap perkembangan dan perubahan zaman serta kemajuan tuntutan
masyarakat, tentunya akan mengalami perubahan-perubahan. Menurut Soetopo
(1993:45) bahwa perubahan kurikulum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain:
1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang pesat. Di satu pihak perkembangan dalam berbagai cabang ilmu
pengetahuan memicu ditemukannya kembali teori-teori lama, sedang dilain pihak
pula menimbulkan ditemukannya teori dan cara-cara baru didalam proses belajar-mengajar.
Kedua perkembangan tersebut dengan sendirinya mendorong timbulnya perubahan
dalam isi maupun strategi pelaksanaan kurikulum.
2. Pertumbuhan penduduk yang pesat. Dengan
bertambahnya jumlah penduduk, maka bertambah pul orang yang membutuhkan pendidikan.
Hal ini menyebabkan cara atau pendekatan yang telah digunakan sebelumnya dalam
pendidikan perlu diubah agar dapat memenuhi akan pendidikan yang semakin besar.
Sehubungan dengan hal
tersebut, maka Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan diharapkan dapat
mempersiapkan para peserta didik menghadapi tantangan masa depan mempersiapkan
para peserta didik menghadapi tantangan masa depan dengan berbekal hidup
mandiri, cerdas, kritis, rasional, dan kreatif sekaligus memiliki keunggulan
kompetitif dan kooperatif sesuai standar mutu nasional dan internasional.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sendiri merupakan refleksi,
pemikiran, atau pengkajian ulang penelitian terhadap kurikulum pendidikan dasar
dan menengah tahun 2005 serta pelaksanaannya, dan juga Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dikenal sebagai rujukan pengalaman belajar yang diarahkan
bagi tercapainya penguasaan kompetensi.
Sementara kompetensi merupakan
perwujudan dari keterampilan hidup yang harus dikuasaai oleh peserta didik yang
pada tingkat nasional dikembangkan kompetensi untuk setiap jenjang pendidikan,
dan berdasarkan itu kemudian dikembangkan kurikulum yang disesuaaikan dengan
kondisi setempat. Sehingga dengan pendekatan tersebut, setiap daerah atau
satuan pendidikan mempunyai peluang yang lebih besar untuk mengembangkan
kurikulum beserta strategi pembelajaran yang sesuai dengan kondisi setempat.
Ruang lingkup mata pelajaran
bahasa Indonesia mencakup kompunen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra
yang meliputi; 1) aspek mendengarkan, 2) aspek berbicara, 3) aspek membaca, 4)
aspek menulis. Aspek berbicara, meliputi: penggunaan wacana lisan untuk
mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, pengalaman, pendapat, dan komentar
dalam kegiatan wawancara presentasi laporan, diskusi, protoler, dan pidato
serta dalam berbagai karya sastra berbentuk cerita pendek novel remaja, puisi,
dan drama.
Berdasarkan uraian tersebut
diatas dengan menitikberatkan perhatian pada Implemantasi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), maka penulis tertarik menulis makalah dengan judul ” Standar
Kompetensi & Kompetensi dasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Tingkat SMA Pada Aspek Keterampilan Berbicara dan Metode Pembelajarannya”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah dipaparkan diatas, maka penulis dapat mengemukakan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah konsep dasar keterampilan
berbicara ?
2. Bagaimanakah Standar Kompetensi Keterampilan Berbicara Dalam
Kurikulum KTSP Tingkat SMA ?
3. Bagaimanakah metode pembelajaran pada
aspek keterampilanberbicara?
3.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui konsep
dasar keterampilan berbicara.
2.
Mengetahui Standar Kompetensi Keterampilan Berbicara Dalam Kurikulum KTSP
Tingkat SMA.
3.
Mengetahui metode
pembelajaran pada aspek keterampilan berbicara.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Berbicara
1. Berbicara antara Seni dan Ekspresi
Banyak orang yang beranggapan
bahwa kepandaian berbicara merupakan bakat dan keturunan. Artinya, kepintaran
seseorang dalam berbicara itu karena bakat yang dimilikinya. Tanpa adanya bakat
seseorang akan sulit memiliki keterampilan berbicara. Pendapat ini tidak
sepenuhnya benar, dalam arti bahwa kemampuan berbicara yang dimiliki seseorang
tidak disebabkan oleh bakat, namun tidak semua orang—meskipun sudah berlatih
secara maksimal—memiliki “seni” berbicara yang baik.
Ada dua hal yang menentukan
seseorang memiliki keterampilan berbahasa yang baik, yaitu kemauan dan
pelatihan. Tanpa adanya kemauan seseorang tidak akan mungkin memiliki
keterampilan berbicara. Tanpa adanya kemauan tidak mungkin seseorang mau
berlatih berbicara. Oleh karena itu, faktor yang kedua, yaitu pelatihan,
keberadaannya sangat bergantung kepada faktor pertama, yaitu kemauan. Meskipun
demikian, seseorang yang memiliki kemauan tinggi untuk dapat berbicara dengan
baik tanpa disertai dengan pelatihan, juga mustahil keterampilan berbicara
dapat dimilikinya.
Sampai saat ini masih banyak
orang yang memandang berbicara “hanya” sebagai sebuah keterampilan, seperti
keterampilan yang lain. Oleh karena itu, pandangan dan perlakuan terhadap
berbicara pun sebatas pada pelatihan sebagai satu-satunya cara pemerolehan.
Pandangan ini melahirkan orang-orang yang memiliki kemampuan dalam berbicara,
namun hanya sebatas secara teknis. Orang dikatakan mampu berbicara jika orang
tersebut mampu mengungkapkan gagasan, pikiran, serta keinginannya secara lisan.
Pandangan tersebut tidak
salah, tetapi terlalu sempit. Selain sebagai keterampilan (secara teknis)
berbicara juga dapat dipandang dari sudut yang lain, yaitu berbicara sebagai
seni dan berbicara sebagai wujud ekspresi.
Sebagai keterampilan,
berbicara berdampingan dengan keterampilan berbahasa yang lain, yaitu keterampilan
menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterapilan
menulis.
Keterampilan berbicara
merupakan keterampilan yang bersifat produktif
yang selain berkaitan dengan kompetensi psikis, juga berkaitan dengan
kompetensi fisik. Orang melihat keterampilan dari hasil yang dilakukan seseorang.
Tidak ada cara lain untuk memperoleh keterampilan kecuali dengan pelatihan.
Pelatihan, dengan demikian, merupakan kunci pokok berhasil tidaknya
keterampilan yang dimiliki oleh seseorang. Pelatihan di sini dimaksudkan
sebagai pelatihan secara fisik yang dibarengi dengan kesungguhan secara psikis.
Pada sisi lain berbicara dapat
juga dipandang sebagai seni. Kita tentu sering mendengar istilah retorika yang
selalu diartikan sebagai seni berbicara. Dalam istilah seni tersirat makna
keindahan. Oleh karena itu, keterampilan berbicara dilihat dari sudut pandang
seni, haruslah merupakan keterampilan yang penuh dengan unsur keindahan.
Berbicara tidak sekadar aktivitas fisik, yaitu mengucapkan kata-kata atau
melisankan pikiran, perasaan, dan gagasan; tetapi berbicara harus dibarengi
dengan keindahan. Keindahan mencakupi dua hal, yaitu indah dari isinya dan
indah dari cara penyampaiannya. Indah dari isinya berkaitan dengan apa yang
disampaikan, yang memunculkan kriteria berbobot atau tidak, bermanfaat bagi
pendengar atau tidak, baru atau tidak, dan sebagainya; sedangkan indah dari
cara penyampaiannya mencakupi kesungguhan, vokal, bahasa, dan penampilan.
Dengan demikian, dari sudut
pandang berbicara sebagai seni ukuran baik tidaknya keterampilan berbicara
dapat dilihat dari isi dan cara penyampaiannya.
Keterampilan berbicara dapat
dipandang juga sebagai wujud ekspresi. Ekspresi selalu berkaitan dengan
perasaan. Dengan demikian, keterampilan berbicara sebagai wujud ekspresi dapat
diartikan sebagai alat untuk menyampaikan apa yang dirasakan atau diinginkan.
Jika berbicara sebagai seni atau sebagai keterampilan lebih dilihat dari sudut
pendengar, berbicara sebagai wujud ekspresi lebih banyak dilihat dari sisi
pembicara. Ukurannya adalah apakah yang dirasakan atau diinginkan oleh
pembicara sudah terekspresikan atau belum.
Sebagai keterampilan,
berbicara memiliki fungsi untuk (1) memberikan informasi, (2) menghibur, (3)
membujuk, (4) menarik perhatian, (5) meyakinkan, (6) memperingatkan, (7)
membentuk kesan, (8) memberikan instruksi, (9) membangun semangat, dan (10)
menggerakkan massa.
2. Bekal Awal dalam Berbicara
Ada tiga hal yang harus
dipersiapkan sebelum orang berbicara, yaitu persiapan diri, persiapan materi,
dan persiapan pendukung. Persiapan diri berkaitan dengan kondisi jasmani dan
rohani pembicara, persiapan materi berkaitan dengan materi atau bahan
pembicaraan yang akan disampaikan, dan persiapan pendukung mencakupi persiapan
ilmu, persiapan vokal, dan persiapan bahasa.
Persiapan-persiapan tersebut
akan menentukan berhasil-tidaknya seseorang dalam berbicara. Pembicara yang
kurang persiapan tentu akan mengalami kegagalan dalam berbicara. Pembicara yang
kurang persiapan materi, misalnya, akan (1) terlalu cepat mengakhiri
pembicaraan, (2) penyapaian pembicaraan terputus-putus atau tidak runtut, dan
(3) kalau terjadi dialog pembicara akan kewalahan menjawab pertanyaan.
Seorang ahli retorika, Natalie
Rogersmengungkapkan bahwa kunci keberhasilan berbicara ada pada keyakinan diri
dan pelatihan. Keyakinan diri menyangkut kemauan dan kesungguhan, sedangkan
pelatihan menyangkut pengasahan keterampilan. Berkaitan dengan hal tersebut ada
beberapa keahlian yang harus ditumbuhkan agar seseorang mampu tampil di depan
publik secara baik. Keahlian yang dimaksud adalah sebagai berikut.
(1)
Keahlian
menutup diri
Keahlian ini menyangkut
kemampuan menutup semua pikran atau rangsangan negatif yang datang dari
pendengar. Dengan demikian seorang pembicara akan dapat secara mantap
melanjutkan pembicaraannya.
(2)
Keahlian
berkonsentrasi
Keahlian ini menyangkut
kemampuan mengendalikan semua pikiran, ingatan, dan imajinasi untuk memusatkan
perhatian pada pembicaraan.
(3)
Keahlian
koordinasi
Keahlian ini menyangkut
kemampuan bergerak dengan mudah dan menggunakan berbagai bentuk isyarat untuk
menyatakan perasaan.
(4)
Keahlian
mengendalikan diri
Keahlian ini menyangkut
kemampuan mengontrol gerakan-gerakan yang tidak terkendali, seperti
menggerak-gerakkan tangan secara berlebihan, menganggukkan kepala,
menggoyangkan badan, berpindah dari satu kaki ke kaki yang lain, atau
mengontrol tubuh yang gemetar.
(5)
Keahlian
mengendalikan emosi
Keahlian ini menyangkut
kemampuan mengendalikan dan mengurangi rasa cemas,
panik, dan takut.
(6)
Keahlian
mereaksi
Keahlian ini menyangkut
kemampuan menanggapi pertanyaan, gangguan, selingan, dan kejadian-kejadian yang
tidak direncanakan secara tenang dan nyaman.
(7)
Keahlian
menumbuhkan kehangatan
Keahlian ini menyangkut
kemampuan bersikap cukup rileks, sehingga bisa menyisipkan sedikit humor,
kepedulian, dan kesungguhan ke dalam pidato.
(8)
Keahlian
menumbuhkan kharisma
Keahlian ini menyangkut
kemampuan memunculkan gambaran diri yang mantap dan terpuji.
(9)
Keahlian
berpikir spontan
Keahlian ini menyangkut
kemampuan menghilangkan kebiasaan berpikir seperti mesin dan membiasakan diri
untuk berpikir secara kreatif.
(10) Keahlian pemahaman tentang tubuh
Keahlian ini menyangkut
kemampuan memahami penampilan fisik sehingga menjadi pusat perhatian pendengar.
(11) Keahlian untuk melawan
Keahlian ini menyangkut
kemampuan untuk mengenali dan menolak dorongan untuk bersikap terburu-buru,
menahan diri, dan mengendalikan kesadaran.
(12) Keahlian vokal
Keahlian ini menyangkut
kemampuan bagaimana membuat pita suara tetap santai, sehingga suara yang keluar
tetap mengalir tanpa gangguan.
(13) Keahlian berimajinasi
Keahlian ini menyangkut
kemampuan membayangkan dan memvisualisasikan urutan kejadian saat dari cerita
yang dikembangkan dan kemampuan untuk belajar berbicara tanpa terlalu
bergantung kepada catatan.
Henry Guntur Tarigan menyebut
ciri-ciri pembicara yang ideal adalah sebagai berikut.
(1)
Mampu
memilih topik yang tepat.
(2)
Menguasai
materi.
(3)
Memahami
latar belakang pendengar.
(4)
Memahami
situasi.
(5)
Merumuskan
tujuan yang jelas.
(6)
Menjalin
kontak dengan pendengar.
(7)
Memiliki
kemampuan linguistik.
(8)
Menguasai
pendengar.
(9)
Memanfaatkan
alat bantu.
(10) Meyakinkan dalam penampilan.
(11) Mempunyai rencana.
B. Standar Kompetensi Dan
Kompetensi Dasar Keterampilan Berbicara Dalam
Kurikulum KTSP Tingkat SMA
Gambaran mengenai standar
kompetensi dan kompetensi dasar aspek keterampilan berbicara di dalam KTSP SMA
2006 adalah sebagai berikut.
a. Kelas X
Semester 1
Standar Kompetensi :
- Mengungkapkan pikiran, perasaan, perasaan, dan informasi melalui kegiatan berkenalan, berdiskusi, dan bercerita.
- Membahas cerita pendek melalui kegiatan diskusi
Kompetensi Dasar:
- Memperkenalkan diri dan orang lain di dalam forum resmi dengan intonasi yang tepat.
- Mendiskusikan masalah (yang ditemukan dari berbagai berita, artikel, atau buku).
- Menceritakan berbagai pengalaman dengan pilihan kata dan ekspresi yang tepat.
- Mengemukakan hal-hal yang menarik atau mengesankan dari cerpen melalui kegiatan diskusi.
- Menemukan nilai-nilai cerpen melalui kegiatan diskusi.
Semester 2
Standar Kompetensi
- Mengemukakan komentar terhadap informasi dari berbagai sumber.
- Mengungkapkan pendapat terhadap puisi melalui diskusi.
Kompetensi Dasar:
- Memberikan kritik terahap informasi dari media cetak dan atau elektronik.
- Memberikan persetujuan/dukungan terhadap artikel yang terdapat dalam media cetak dan atau elektronik.
- Membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi melalui diskusi.
- Menghubungkan isi puisi dengan realitas alam, sosial budaya, dan masyarakat melalui diskusi.
b. Kelas XI
Semester 1
Standar Kompetensi:
- Mengungkapkan secara lisan informasi hasil membaca dan wawancara.
- Memerankan tokoh dalam pementasan drama.
Kompetensi Dasar:
- Menjelaskan secara lisan uraian topik tertentu dari hasil membaca (artikel atau buku)
- Menjelaskan hasil wawancara tentang tanggapan narasumber terhadap topik tertentu.
- Menyampaikan dialog disertai gerak gerik dan mimik sesuai dengan watak tokoh.
- Mengekspresikan perilaku dan dialog tokoh protagonis dan atau antagonis.
Semester 2
Standar Kompetensi:
- Menyampaikan laporan hasil penelitian dalam diskusi atau seminar.
- Mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama.
Kompetensi Dasar:
- Mempresentasikan hasil penelitian secara runtut dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
- Mengomentari tanggapan orang lain terhadap presentasi hasil penelitian.
- Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama.
- Menggunakan gerai gerik, mimik, dan intonasi sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan drama.
c. Kelas XII
Semester 1
Standar Kompetensi:
- Mengungkapkan gagasan, tanggapan, dan informasi dalam diskusi.
- Mengungkapkan pendapat tentang pembacaan puisi.
Kompetensi Dasar:
- Menyampaikan gagasan dan tanggapan dengan alasan yang logis dalam diskusi.
- Menyampaikan intisari buku nonfiksi dengan menggunakan bahasa yang efektif dalam diskusi.
- Menanggapi pembacaan puisi lama tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.
- Mengomentari pembacaan puisi baru tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.
Semester 2
Standar Kompetensi:
- Mengungkapkan informasi melalui presentasi program/proposal dan pidato tanpa teks.
- Mengungkapkan tanggapan terhadap pembacaan puisi lama.
Kompetensi Dasar:
- Mempresentasikan program kegiatan/proposal.
- Berpidato tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat.
- Membahas ciri-ciri dan nilai-nilai yang terkandung dalam gurindam.
- Menjelaskan keterkaitan gurindam dengan kehidupan sehari-hari.
Dari standar kompetensi
tersebut dapat dilihat bahwa aspek keterampilan berbicara yang harus dikuasai
siswa meliputi:
(1)
berkenalan,
(2)
berdiskusi,
(3)
bercerita,
(4)
mengomentari,
(5)
menjelaskan,
(6)
menyampaikan
laporan,
(7)
berpidato,
dan
(8)
bermain
drama.
C. Metode Pembelajaran Berbicara
Metode pengajaran berbicara yang baik selalu memenuhi kriteria. Kriteria
itu berkaitan dengan tujuan, bahan, pembinaan keterampilan proses, dan
pengalaman belajar. Kriteria yang harus dipenuhi oleh metode pembelajaran
berbicara antara lain, adalah:
1.
Relevan dengan tujuan pembelajaran
2.
Mengetahui memudahkan siswa memahami materi pengajaran
3.
Dapat mewujudkan pengalaman belajar yang telah
dirancang
4.
Meransang siswa untuk belajar
5.
Mengembangkan siswa untuk belajar
6.
Mengembangkan kreativitas siswa
7.
Tidak menuntut peralatan yang rumit
8.
Mudah dilaksanakan
9.
Menciptakan suasana belajar-mengajar yang menyenangkan.
Cara guru mengajar sangat berpengaruh kepada cara
siswa belajar. Bila guru mengajar hanya melalui metode ceramah saja, maka dapat
diduga hasil berupa pemahaman materi yang bersifat teoritis. Mengajar
keterampilan berbicara hendaknya jangan sampai tenggelam dalam penyakit lama,
penyakit secara rutin, monoton, tanpa variasi (Budinuryanta dan kawan-kawan,
1997:10. 25).
Penulis menyajikan sejumlah metode pembelajaran
berbicara, setiap metode akan diuraikan, sehingga mudah dipahami, dan dihayati
serta dapat dipraktekkan dalam pengajaran berbicara di sekolah.
1.
Ulang ucap
Metode ucapan adalah suara guru atau rekaman suara
guru, model pengucapan yang diperdengarkan kepada siswa harus dipersiapkan
dengan teliti. Suara guru harus jelas, intonasi cepat, dan kecepatan berbicara
normal. Model ucapan diperdengarkan di depan kelas, siswa mengajarkan dengan
teliti lalu mengucapkan kembali sesuai dengan model.
2.
Lihat dan ucapkan
Guru memperlihatkan kepada siswa benda tertentu
kemudian siswa menyebutkan nama benda tersebut, benda-benda yang diperlihatkan
dipilih dengan cermat disesuaikan dengan lingkungan siswa, bila bendanya tidak
ada atau tidak memungkinkan di bawah kelas, benda tersebut dapat diganti oleh
tiruannya atau gambarnya.
3.
Memeriksa/mendeskripsikan
Siswa disuruh
memperlihatkan suatu benda atau gambar benda, kesibukan lalu lintas, melihat
pemadangan atau gambaran diteliti, kemudian siswa diminta memeriksa apa yang
dilihatnya secara lisan.
4.
Pertanyaan Menggali
Salah satu cara membuat
banyak berbicara adalah pertanyaan menggali, disamping memancing siswa
berbicara, pertanyaan menggali juga digunakan untuk menilai kedalaman dan
keluasan pemahaman siswa terhadap sesuatu masalah.
5.
Melanjutkan cerita
Dua, tiga atau empat
siswa bersama-sama menyusun cerita secara spontan, kadang-kadang guru boleh
juga terlibat dalam kegiatan tersebut, misalnya guru menguasai cerita dan
cerita itu dilanjutkan siswa pertama, kedua, dan diakhiri dengan siswa
berikutnya.
6.
Menceritakan kembali
Guru menyediakan bahan
yang agak panjang. Bahan itu diberikan kepada siswa untuk dibaca dan dipahami.
Kemudian siswa disuruh menceriterakan kembali isi bacaan yang dibacanya.
7.
Percakapan
Percakapan adalah
pertukaran pikiran atau pendapat mengenai sesuatu topik antara dua atau lebih
pembicara (Greene & Patty dalam Budinuryanta, 1997: 10.32). Dalam
percakapan ada dua kegiatan, yakni menyimak dan berbicara silih berganti,
suasana dalam percakapan biasanya akrab, spontan, dan wajar. Topik pembicaraan
adalah hal yang diminati bersama. Percakapan merupakan suasana pengembangan
keterampilan berbicara.
8.
Parafrase
Parafrase berarti alih
bentuk, misalnya memproseskan isi atau sebaliknya mempuisikan prosa, bila
seorang siswa dapat memprosakan suatu puisi dengan baik berarti siswa tersebut
dapat mengekspresikan isi puisi tersebut, secara lisan. Puisi yang akan
diperafrasekan dapat dipilih oleh guru agar sesuai dengan kemampuan siswanya.
9.
Reka cerita Gambar
Siswa dapat dipancing
berbicara melalui stumulus gambar, guru mempersiapkan gambar benda tertentu
seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, mobil, kereta api, kapal, dan sebagainya,
gambar itu dapat pula sketsa di pasar, stasiun, di sawah, pertokoan, dan
sebagainya. Siswa diinstruksikan mengamati dan memperhatikan gambar tersebut,
hasil pengamatan itu kemudian diungkapkan secara lisan.
10. Berceritera
Berceritera atau
menceritakan suatu ceritera tertentu di depan umum menuntut keterampilan
berbicara, gaya berceritera yang menarik, intonasi yang tepat, pengurutan cerita yang cocok harus dikuasai benar-benar.
Pertama-tama siswa
disuruh memilih cerita yang menarik bagi dirinya dan bagi pendengarnya.
Kemudian siswa menguasai isi dan jalan cerita atau menghafalkan cerita itu,
setelah itu baru siswa berceritera di depan pendidikan dengarnya. Melalui
kegiatan berceritera siswa mengembangkan keterampilan berbicara.
11. Bermain
peran
Teknik bermain peran sangat baik dalam
mendidik siswa dalam menggunakan ragam-ragam bahasa, cara berbicara orang tua
tentu berbeda dengan cara anak-anak berbicara. Cara penjual berbicara berbeda
pula dengan cara berbicara pembeli.
Dalam bermain peran,
siswa bertindak, berlaku, dan berbahasa sesuai dengan peran orang yang
diperankannya. Misalnya sebagai guru, orang tua, polisi, hakim, dokter, dan
sebagainya. Setiap tokoh yang diperankan
karakteristik tertentu pula.
12. Wawancara
Wawancara atau
intervieu adalah percakapan dalam bentuk tanya-jawab. Wawancara dapat digunakan
sebagai metode pengajaran berbicara. Pada hakekatnya wawancara adalah bentuk
kelanjutan dari percakapan. Percakapan dan tanya jawab sudah biasa digunakan
sebagai metode pengajaran berbicara.
13. Diskusi
Diskusi ialah proses
pelibatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal tatap muka,
mengenai tujuan yang sudah tentu melalui cara tukar menukar informasi untuk
memecahkan masalah (Kim dalam Budinuryanta dan kawan-kawan, 1997:10.40). Pada
hakikatnya diskusi adalah percakapan dalam bentuk lanjut, cara, isi, dan bobot
pembicaraan lebih tinggi atau lebih kompleks dari percakapan biasa, berdiskusi
berjenis-jenis, misalnya diskusi meja bundar, diskusi kelompok, diskusi panel,
simposium, kolom debat, dan lain-lain.
14. Dramatisasi
Dramatisasi atau bermain
drama adalah mentaskan lakon atau cerita. Biasanya cerita yang dilakonkan sudah
dalam bentuk drama. Guru dan siswa harus mempersiapkan naskah atau skenario,
perilaku, perlengkapan, seperti pakaian, ruangan, dan peralatan lainnya yang
diperlukan. Melalui teknik dramatisasi siswa dilatih mengekspresikan pikirannya dalam bentuk lisan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Dalam pembelajaran keterampilan berbicara
persoalan yang juga penting untuk diperhatikan adalah persoalan penilaian.
Penilaian keterampilan berbicara dapat menggunakan penilaian kinerja yang
bertujuan untuk menguji kemampuan siswa dalam mendemonstrasikan pengetahuan dan
keterampilannya pada berbagai situasi nyata dan konteks tertentu. Penilaian
kinerja mempunyai dua karakteristik, yaitu (1) siswa diminta untuk
mendemonstrasikan kemampuannya dalam mengreasikan suatu produk atau terlibat
dalam suatu aktivitas dan (2) produk dari penilaian kinerja lebih penting
daripada kinerjanya. Pemilihan mengenai apakah yang akan dinilai itu produk
atau kinerjanya akan sangat bergantung kepada karakter domain yang diukur.
2. Standar kompetensi tersebut dapat dilihat
bahwa aspek keterampilan berbicara yang harus dikuasai siswa dalam
kurikulum KTSP tingkat SMA meliputi:
a. berkenalan,
b. berdiskusi,
c. bercerita,
d. mengomentari,
e. menjelaskan,
f. menyampaikan laporan,
g. berpidato
h. bermain drama.
3.
Metode pembelajaran keterampilan berbicara, diantara:
- Ulang ucap
- Lihat dan ucapkan
- Memeriksa/mendeskripsikan
- Pertanyaan Menggali
- Melanjutkan cerita
- Menceritakan kembali
- Percakapan
- Parafrase
- Reka cerita Gambar
- Berceritera
- Bermain peran
- Wawancara
- Diskusi
- Dramatisasi
Daftar Pustaka
Budinuryanta dkk. 1999. Pengajaran Keterampilan Berbahasa (Modul
1-9). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Departemen Pendidikan
Nasional (2006), kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, Jakarta : Puskur
Patombongi, A. Wardihan,
dkk. Telaah Kurikulum Bahasa Indonesia.
Makassar: UNM
Tarigan, Henry Guntur. 1981. Berbicara sebagai Sesuatu Keterampilan
Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Mulyasa-----( 2007)., Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (sebuah panduan praktis) Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Soetopo. (1993)., Pengembangan kurikulum. Jakarta : Bumi
Aksara.
------------. 1986. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.